Festival Dalang Muda Klaten 2017: Bisa Mendalang Tak Harus Mempunyai Darah Seni


               Punto Ari Wibisono tampil dengan lakon Ampak-Ampak Pringgodani. (Faiz Muflih/ Budaya Indonesia)



INDONESIA BERBUDAYA  - KLATEN - Dalam rangka melestarikan budaya dan kesenian, terutama wayang kulit, Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) Klaten menggelar Festival Dalang Muda Klaten 2017 di halaman Gedung Sunan Pandanaran, kompleks RSPD Klaten. 

Festival Dalang Muda Klaten yang dilaksanakan pada tanggal 07 Agustus 2017 ini dalam rangka memperingati HUT Kabupaten Klaten yang ke 213 tahun, dan upaya perwujudan Klaten sebagai Kota Dalang. 





Alasan digelarnya festival ini, kata Joko Wiyono, ingin menunjukkan bahwa Klaten gudangnya dalang dan pada tahun 2016 tercatat ada 280 dalang. "Ini untuk mencari bibit baru melalui festival dalang muda. Selain itu sebagai upaya regenerasi. Bagi yang berprestasi atau yang menang disediakan piagam dan uang pembinaan," kata Joko Wiyono selaku Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (DISBUDPARPORA) Klaten,


Peserta festival dalang muda Klaten berjumlah 7 orang, dan mereka diberikan pilihan untuk mengambil salah satu lakon dari dua lakon yang ditentukan yaitu Ampak-Ampak Pringgodani dan Ampak-Ampak Wiratha, dan masing-masing peserta diberi waktu selama 1 jam untuk menyajikan pementasannya.

Peserta festival dalang muda juga dari berbagai kalangan pelajar, mulai dari umur 14 tahun hingga 22 tahun. Salah satu peserta yaitu Punto Ari Wibisono (22) warga Ds. Kajen, Kec. Ceper, bisa mendalang karena belajar secara otodidak dan bukan keturunan atau trah dalang. Ia tertarik kesenian wayang kulit dari kelas VIII SMA saat melihat pertunjukan wayang kulit oleh Ki Purbo Asmoro, S,Kar., M.Hum di Klaten.


Ia mulai tertarik untuk mempelajari kesenian wayang kulit di sanggar pasinaon Omah Wayang Klaten, dan dengan melihat kaset-kaset dan mendengarkan radio, "Saat itu internet belum begitu dimanfaatkan, sehingga saya masih melihat kaset, membaca buku, dan mendengarkan radio," kata Punto Ari Wibisono di halaman Gedung Sunan Pandanaran, kompleks RSPD Klaten.


Punto Ari Wibisono mengaku sangat menggemari dalang Alm. Ki Nartosabdo, karena ia menganggap sanggit beliau sangat berbeda dengan dalang lainnya.

Saat ini ia masih kuliah program studi Akuntansi di UPN "Veteran" Yogyakarta, ia berharap bisa menjadi semangat bagi generasi muda lain bahwa yang bisa mendalang tidak harus keturunan darah seni, orang umum pun bisa asalkan mau belajar dan menggemari wayang kulit. Karena menurutnya wayang adalah tentang nilai kehidupan yang mengajarkan nilai filsafat, etika, dan nilai estetika dalam kehidupan.

"Saya memahami wayang sebagai nilai filsafat, etika, dan estetika yang mengajarkan kita tentang kehidupan. Karena yang paling penting orang bisa menghargai nilai keindahan, norma, dan nilai-nilai kehidupan yang dituangkan dalam seni tersebut," kata Punto Ari Wibisono salah satu peserta festival dalang muda Klaten.

Comments

Popular Posts